CALEG GAGAL BANGKIT KARENA LUKISAN: BAGAIMANA SENI MENYEMBUHKAN JIWA AGUS PRIYANTO - Koran Mandalika

CALEG GAGAL BANGKIT KARENA LUKISAN: BAGAIMANA SENI MENYEMBUHKAN JIWA AGUS PRIYANTO

Selasa, 20 Mei 2025 - 15:53

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Dari ambisi politik yang runtuh hingga keterpurukan finansial dan emosional, Agus Priyanto hampir kehilangan arah hidupnya. Tapi di tengah gelapnya hari-hari, ia kembali menemukan secercah cahaya lewat kuas dan warna. Artikel ini menggali bagaimana seni, bukan hanya menjadi pelarian, tapi juga jalan pulang—membangkitkan harapan, memulihkan jiwa, dan akhirnya melahirkan metode terapi seni yang kini ia bagikan untuk orang lain.

Ketika Ambisi Politik Membawa Luka

Agus Priyanto dulunya seorang pegawai kantoran dengan dedikasi sosial tinggi. Ia aktif mengajar mengaji, membina komunitas, dan dipercaya banyak orang.

Atas dukungan masyarakat sekitar, pada 2019, Agus memutuskan untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Kota Surakarta. Namun jauh panggang dari api, modal ratusan juta yang telah ia keluarkan tak menelurkan hasil apapun. Ia gagal.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kegagalan ini bukan sekadar hasil pemilu yang tak berpihak. Bagi Agus, ini menjadi titik runtuh. Rumah terpaksa dijual, anak-anak harus dititipkan ke mertua.

Ia menghindari pertemuan sosial, takut dianggap meminta bantuan. Bahkan tidur pun jadi sulit. Dalam sunyi dan ketakutan itu, ia mulai bertanya: “Kenapa ambisi bisa membuat saya nyaris kehilangan segalanya?”

Baca Juga :  Pembalut Organik Populer di Kalangan Wanita Modern yang Sadar Kesehatan

Momen Tak Disangka: Kuas, Warna, dan Doa

Dalam gelapnya masa depresi, secercah ingatan membawa Agus kembali ke masa mudanya—saat ia aktif bermusik sebagai vokalis band, dan sering menghabiskan waktu dengan melukis.

Dua hobi yang dulu sangat dicintainya, perlahan terkubur oleh tuntutan hidup dan rutinitas pekerjaan. Namun justru dari ingatan inilah, harapan mulai menetes kembali.

Suatu malam, tangan Agus kembali mengambil kuas lamanya secara impulsif. Ia mencorat-coret kanvas kosong dengan satu warna hitam pekat. Tanpa niat membuat karya, tanpa harapan apa pun, namun satu jam kemudian, ia merasakan sesuatu yang lama hilang: ketenangan.

Sejak saat itu, Agus menyadari bahwa melukis bukan lagi aktivitas seni, tapi ruang untuk bernafas. Setiap goresan menjadi cara untuk mengurai beban, hadir di masa kini, dan menyentuh sisi terdalam diri. Proses itu membawa pemulihan yang perlahan namun nyata.

Soul Release Art: Seni yang Mengantar Pulang

Dari pengalaman itulah Agus akhirnya menekuni seni sebagai metode terapi. Dari eksplorasinya, lahir metode yang kini dikenal sebagai Soul Release Art Therapy. Bukan soal kemampuan artistik, tapi tentang keberanian untuk hadir dan jujur dalam bentuk yang paling murni.

Baca Juga :  PIPO Hargiyanto: Dari Tidak Mampu Beli Nasi Goreng hingga Miliki 52 Properti Penghasil Passive Income Autopilot

Melukis meditatif menekankan proses, bukan hasil. Dalam kondisi tertentu, otak manusia akan berada pada gelombang yang selaras dengan energi semesta—frekuensi alami bumi di 7,3 Hz. Pada titik inilah, tubuh dan jiwa menyatu, dan luka perlahan bisa dibaca serta dirawat.

Lebih dari Sekadar Aktivitas Relaksasi

Tantangan terbesar art therapy hari ini adalah persepsi. Banyak yang melihatnya hanya sebagai hobi atau hiburan kreatif. Padahal, seni bisa menjadi media penyembuhan yang konkret—khususnya bagi mereka yang tidak bisa atau tidak siap berbicara.

“Trauma tidak selalu bisa dikeluarkan lewat kata. Tapi lewat seni, seseorang bisa memilih apa yang ingin ia ungkap, tanpa merasa terancam,” ujar Agus.

Art therapy bukan hanya bentuk pengobatan, tapi juga pemberdayaan. Ia membangun kembali harga diri, harapan, dan rasa kebermaknaan.

Harapan yang Dilukis Kembali

Kini, Agus tak hanya bangkit dari luka masa lalunya, tapi juga membantu banyak orang melalui metode yang sama. Ia percaya, setiap luka bisa dilukis ulang—bukan untuk dihapus, tapi untuk diterima dan dirangkul.

Karena terkadang, yang menyelamatkan kita bukan pelarian… tapi keberanian untuk memegang kuas, dan mulai menggambar ulang hidup yang sempat hilang warnanya.

Berita Terkait

Grand Galaxy Park Ajak Pengunjung Berlibur bersama Doraemon Fun Holiday Pop Up Store
Respon Cepat Bitcoin Terhadap Kebijakan Global, Peluang Pertumbuhan dan Strategi Investasi Cerdas
Doxadigital Masuk Daftar Rekomendasi SEO Agency Jakarta 2025 versi Sortlist dan Clutch
KAI Daop 2 Bandung Ingatkan Pelanggan untuk Perhatikan Barang Bawaan Saat Bepergian dengan Kereta Api, Berikut Aturannya
BINUS Tourism & Travel Fair 2025 Mengusung “Glow While You Travel,” Menggabungkan Perjalanan, Kecantikan, dan Inovasi Gaya Hidup
15 Tahun BINUS Film Perkuat Reputasi Lewat Roadshow dan JAFF Market 2025
BRI Region 6/Jakarta 1 Buka Kantor Baru KCP Jakarta Garden City
KAI Daop 6 Bersama KAI Properti Gelar Sosialisasi Keselamatan di Perlintasan KA

Berita Terkait

Minggu, 14 Desember 2025 - 18:18

Hujan Lebat, Opening Ceremony MFoS Final Round 2025 Tetap Berlangsung

Sabtu, 13 Desember 2025 - 21:38

Hasil Race 1 Kejurnas ITCR 1200 Final Round, Pertamina Mandalika International Circuit

Sabtu, 13 Desember 2025 - 10:28

Pembalap Wanita Ine Rosdiana Siap Turun di Toyota Agya One Make Race, Mandalika Festival of Speed

Senin, 10 November 2025 - 21:38

Atlet Muda Asal Mataram Sabet Dua Gelar Juara Open Water Swim di Lombok

Senin, 3 November 2025 - 08:59

Ananda Mikola: Dukungan IMI untuk Pembalap Muda dan Penguatan Dunia Balap Nasional

Senin, 3 November 2025 - 08:53

Pertamina Dukung Penuh Mandalika Racing Series 2025

Minggu, 2 November 2025 - 15:42

Pembalap Asal NTB Aldias Raih Podium Kedua di Superpole National Sport 150cc MRS 2025

Senin, 27 Oktober 2025 - 07:49

Post Scrutineering Kejurnas ITCR Mandalika 2025 Pastikan Mobil Juara Sesuai Regulasi IMI

Berita Terbaru

NTB Terkini

NTB Bermunajat, Doa Bersama Sambut HUT NTB ke-67

Minggu, 14 Des 2025 - 21:35