Koran Mandalika, Lombok Tengah – Forum Peduli Pembangunan dan Pelayanan Publik Nusa Tenggara Barat (FP4 NTB) mengkritisi rekrutmen tenaga kerja atau karyawan yang saat ini telah diterima dan berkerja di RSUD Praya.
Menurut Kadivkum FP4 NTB Ahkmad Syaifullah, berdasarkan pendalaman data dan permintaan informasi terhadap beberapa poin termasuk salah satunya mengenai rekrutmen pegawai maka disimpulkan proses rekrutmen yang telah dilakukan manajemen RSUD Praya terhadap 80 orang karyawan baru diduga syarat dengan praktek-praktek melanggar hukum.
“Dasar dugaan yang menguatkan keyakinan kami akan adanya dugaan pelanggaran hukum dalam proses rekrutmen karyawan, didasarkan pada surat jawaban yang dibuat oleh Direktur RSUD Praya per tanggal 20 Agustus 2024,” katanya belum lama ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam surat tersebut diakui dan dinyatakan bahwa pihak RSUD telah menerima 80 tenaga kontrak melalui proses penerimaan tertutup dan tidak diumumkan di media.
Hal ini yang kemudian menurut Akhmad Syaifullah telah melanggar norma-norma hukum dan hak asasi manusia.
“Bila kita merujuk kepada Pada pasal 27 ayat 1 dinyatakan bahwa “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya,” ujarnya.
Kemudian, masih pada pasal 27 ayat 2 dinyatakan “tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Selanjutnya, hak dalam bekerja disebutkan pada pasal 28 ayat 2 “setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”.
“Maka apa yang telah dilakukan oleh manajemen rumah sakit menurut dugaan kami telah melanggar hukum, hal ini seolah-olah telah menghilangkan kesempatan bagi masyarakat Lombok Tengah lainnya yang ingin dan bertekad berkerja di RSUD Praya,” ungkapnya.
Dalam waktu dekat ini pihaknya akan mengkaji lebih dalam dan kemudian akan berkoordinasi dengan ombudsman, dan APH bila nantinya menguat unsur-unsur atau temuan yang melanggar hukum dalam proses rekrutmen tersebut.
“Harapan kami ke depannya praktek-praktek rekrutmen karyawan atau tenaga kerja pada badan publik tidak dilakukan secara tertutup lagi karena cenderung transaksional nan berbau KKN,” ucapnya.
Sekretaris FP4 NTB Lalu Deny Rusmin juga berpendapat sangat menyayangkan praktek-praktek rekrutmen tenaga kerja yang dilakukan oleh badan publik milik pemerintah tidak dilakukan secara terbuka, profesional dan proporsional.
“Apabila hal ini benar terjadi maka betapa ironinya nasib-nasib masyarakat yang memiliki skill dan kemampuan di bidangnya. Untuk mendapatkan kemampuan tersebut telah menempuh dan mengeluarkan banyak waktu dan biaya utk mendapatkan skil dan kemampuan tersebut, yang pada akhirnya pada proses rekruitmen tidak mendapatkan hak dan kesempatan yang sama untuk menggapai impian dan mendapatkan pekerjaan yang layak,” bebernya.
“Bila kita cermat merujuk pada UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 berhubungan dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengamanatkan beberapa poin. Pertama, Pasal 5 memaparkan ”Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan” maka jelas disini negara telah mengakomodir hak hak warga negaranya untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam memperoleh pekerjaan,” kata Deny menambahkan.
Sementara itu, Direktur RSUD Praya Mamang Bagiansyah menegaskan terhadap proses rekrutmen sumber daya manusia secara sistem sedang benahi.
Artinya, bagaimana caranya supaya obyektif, terbuka, dan berkeadilan. Untuk soal obyektivitas, sesungguhnya lewat tahapan-tahapan rekrutmen mulai dari penilaian berkas administratif, lalu uji kompetensi (di masing-masing bidang), kemudian tes wawancara untuk mendalami profil pelamar, bagaimana komitmen, apa latar belakang minatnya untuk bekerja di RSUD Praya, bagaimana kemampuannya mengatasi konflik, dan sebagainya.
Setelah tahapan-tahapan tersebut, terakhir uji kesehatan untuk menyaring agar tidak ada pegawai yang terindikasi penyalahgunaan narkoba.
Dari sudut pandang keterbukaan dan berkeadilan, dapat disampaikan pada rekrutmen terakhir yang kami lakukan itu terhadap tenaga keperawatan, tenaga penata anestesi, lalu tenaga fungsional non kesehatan/admin seperti tenaga transporter pasien, tenaga transporter gizi, dan lain lain. Untuk diketahui, hampir tiap minggu ada pelamar yg masuk ke tempat kami (ada atau tidak ada rekruitmen).
Sehingga selalu menumpuk di sub bagian umpeg berkas-berkas pelamar tersebut (sebagai database pelamar).
“Sehingga inilah yang kami lakukan. Kami tidak membuat lagi pengumuman terbuka ketika ada rekruitmen, melainkan dengan cara memanggil pelamar berdasarkan database yang kami punya,” kata dokter Mamang.
“Menurut kami, justru di sini prinsip keadilan yang kami terapkan, yakni pelamar-pelamar terdahulu yang sudah lama mengirim berkas lamarannya, mereka tidak kami lupakan. Terhadap berkas yang telah menumpuk saja, tidak semua bisa kami akomodir, karena pelamar jauh melebihi tenaga yg kami butuhkan,” tegas dokter Mamang menambhakan.
Menurut dia, dari sudut pandang pelayanan publik itu tidak gampang. Menjawab semua ekspektasi atau harapan publik itu sulit, dalam pengertian tidak mungkin membuat puas semuanya.
“Namun, kami tiada henti belajar, tiada henti mengevaluasi diri, juga menerima saran kritik dari semua elemen masyarakat termasuk lembaga swadaya masyarakat seperti FP4 NTB ini,” jelasnya.
“Survei kepuasan pasien yg kami lakukan secara rutin berdasarkan format PAN RB, Alhamdulillah nilainya di atas 80 persen terus,” katanya menambahkan.
“Artinya, sebagian besar masyarakat puas terhadap ada satu dua yg tidak puas, ya itu tadi, tidak mungkin kami bisa memuaskan semua pihak, karena masing-masing orang punya ekspektasi yang berbeda,” ujarnya.
Pihaknya juga cukup intens berkomunikasi dengan Ombudsman untuk membimbing mendampingi membenahi implementasi SOP-SOP layanan.
“Kami juga dalam waktu dekat akan bersama-sama sebuah asosiasi pelatihan pelayanan publik akan menyusun blueprint pelayanan di RSUD Praya,” paparnya.
“Kami baru mulai membenahi rumah sakit kita ini dua tahun. Saya sendiri secara pribadi juga belum puas. Masih ada banyak PR yang harus kami kerjakan. Butuh waktu, butuh anggaran, butuh kesabaran, dan kerjasama lintas sektor,” ungkapnya.
Menurut dia, spek sosial dan geopolitik lokal di Lombok Tengah juga sangat penting. Masyarakat juga masih banyak yang tidak mengindahkan peraturan di rumah sakit yang sebenarnya under-regulation.
“PR kita untuk tidak henti memberi edukasi dan pengertian kepada mereka, saudara-saudara kita semua,” jelasnya.