Koran Mandalika, Oleh: Direktur Ruang Demokrasi Indonesia Arif Rahman – Dalam sejarah Pilkada NTB sejak 2008, warga Bumi Gora cenderung menyukai dan memilih politisi pendatang baru.
Fakta pada Pilkada 2008 memenangkan TGB dengan 847.976 suara. Hal itu menjadi basis empiris betapa orang NTB sangat terbuka dengan pemimpin baru.
TGB yang awalnya dianggap ‘New Comer’ politik dan anak bawang pada akhirnya mendongkel kekuasaan Lalu Serinata.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Padahal saat itu, Serinata merupakan Gubernur NTB petahana dan mayoritas didukung partai politik.
Fenomena yang sama juga terjadi pada Pilkada NTB 2018. Dr. Zul yang datang dari Banten ke NTB punya elektabilitas paling buncit di antara politisi lokal lainnya.
Bahkan, Zul cenderung diremehkan dalam pertarungan tanpa pertumpahan darah itu.
Faktanya, Zul memenangkan Pilgub NTB dengan 811,945 suara. Ia mampu mengalahkan politisi tenar seperti Suhaili, Ali BD, dan Ahyar Abduh.
Pertanyaannya, mampukah pendatang baru seperti Lalu Iqbal menghadirkan keajaiban yang sama?
Saya menjawabnya sangat bisa.
Kalo kita bedah persamaan antara TGB, Zul, dan Iqbal, mereka sama-sama datang sebagai politisi “New Comer” yang menantang status quo.
Iqbal sendiri datang ke NTB dengan sebuah keberanian untuk menantang petahana bernama Zul dan Rohmi.
Meski pada awalnya diremehkan, bahkan dalam berbagai survei yang dilakukan nama Iqbal berada di posisi buncit.
Namun, saya lihat Iqbal tidak menyerah begitu saja. Justru, fakta itu ia jadikan evaluasi untuk melenting lebih tinggi.
Tidak heran, survei terbaru yang digelar LSI menempatkan namanya di puncak klasemen dengan 22,4 persen dari tiga simulasi nama.
Sementara itu, secara kalkulasi politik, Iqbal punya peluang paling besar memenangkan Pilgub NTB 2024. Setidaknya, ada tiga alasan mengapa Iqbal bisa memenangkan pertempuran.
Pertama, Iqbal didukung mayoritas basis massa dan partai politik di NTB.
Meski sebagai pendatang baru dunia perpolitikan, Iqbal nyatanya lebih lihai memainkan intrik politik dibandingkan para petahana.
Buktinya, basis massa Yatofa Bodak yang notabene keluarga besar Suhaili, pendamping Zul itu bisa digaet oleh Iqbal dengan mudah. Bahkan, bupati petahana Lalu Pathul Bahri Gerindra dipastikan berlabuh ke gerbong besar Iqbal.
Tidak berhenti di situ, ormas besar sekelas NW Anjani sudah mengeluarkan dukungan terbuka terhadap diplomat ulung NTB ini plus eks Bupati Lombok Timur Ali BD.
Dominasi Iqbal juga diprediksi merambat ke ujung timur Bima dan Dompu setelah ia memilih pendampingnya Bupati Bima dua periode Indah Dhamayanti Putri alias Dinda.
Karakteristik masyarakat Bima dan Dompu yang representasi primordial menjadi kunci keunggulan Iqbal-Dinda untuk memenangkan battle ground daerah tersebut.
Apalagi, Pilkada 2018 menjadi bukti di mana Mori representasi Bima dan Dompu menjadi pemenang di dua daerah Suku Mbojo itu.
Hal itu ditambah dengan dukungan mesin parpol pendukung, seperti Gerindra, Golkar, PPP, dan lainnya yang menyebar seantero NTB.
Kedua, Iqbal merupakan wajah Prabowo di NTB
Suka atau tidak, NTB merupakan daerah basis kemenangan Prabowo selama tiga kali pilpres digelar.
Turunnya Prabowo di NTB mengk kampanyekan Iqbal tentu akan memperbesar peluang kemenangan. Apalagi, saya dengar Iqbal merupakan murid kesayangan jenderal 08 itu.
Ketiga, Iqbal punya gaya komunikasi yang membumi dan merangkul.
Kekuatan ketiga inilah yang saya kira menjadi juru kunci Iqbal sehingga ia bisa diterima oleh semua kalangan.
Komunikasi yang non birokratis dengan akar rumput membuat Iqbal bisa menjadi pemimpin NTB untuk semua kalangan. (Arif Rahman)