Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar kedua di dunia, Ramadan bukan hanya memiliki makna spiritual yang mendalam, tetapi juga menjadi momentum strategis bagi brand untuk memperkuat koneksi dengan konsumen. Menurut studi dari Redseer, rata-rata pengeluaran masyarakat Indonesia selama Ramadan diproyeksikan mencapai Rp4,8 juta, mencerminkan daya beli yang tinggi sekaligus peluang besar bagi brand lokal untuk meningkatkan interaksi dan penjualan.
JAKARTA
– Sebagai negara dengan populasi
Muslim terbesar kedua di dunia, Ramadan bukan hanya memiliki makna spiritual
yang mendalam, tetapi juga menjadi momentum strategis bagi brand untuk
memperkuat koneksi dengan konsumen. Menurut studi dari Redseer, rata-rata
pengeluaran masyarakat Indonesia selama Ramadan diproyeksikan mencapai Rp4,8 juta, mencerminkan daya beli
yang tinggi sekaligus peluang besar bagi brand lokal untuk meningkatkan
interaksi dan penjualan.
Perubahan perilaku konsumen
selama Ramadan menunjukkan tren peningkatan signifikan dalam kebiasaan berbelanja. Data dari Think With Google mengungkapkan bahwa 72% konsumen menganggap Ramadan
sebagai waktu terbaik
untuk mendapatkan penawaran menarik, dan 78% konsumen lebih terbuka untuk mencoba brand baru, membuka
peluang bagi brand untuk menarik perhatian audiens baru.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebagai House of
Brands terbesar di Asia Tenggara yang mendukung pertumbuhan brand lokal,
Hypefast merangkum strategi utama dalam memenangkan pasar Ramadan 2025. Dengan
memahami tren perilaku konsumen, brand dapat mengoptimalkan platform digital dan offline untuk meningkatkan konversi selama bulan
suci ini.
Salah satu tren yang semakin diminati adalah belanja live shopping. Data menunjukkan bahwa
46%-61% pengguna di kategori kecantikan, perawatan rumah, dan elektronik menemukan
produk melalui demonstrasi secara langsung. Hal ini didukung
oleh data TikTok selama Ramadan
2024 yang mencatat lonjakan
interaksi berkat fitur ini.
Selain itu, tren konten Employee Generated-Content (EGC) terbukti memiliki tingkat
interaksi yang cukup tinggi. Dengan memberdayakan karyawan untuk berbagi konten
yang autentik, brand dapat
meningkatkan jangkauan dan kredibilitas mereka
di pasar. Mereka
membangun kepercayaan dengan audiens dan memanusiakan brand dengan berbagi wawasan dan
pengalaman yang organik. Menjadikan
ini salah satu strategi yang patut dicoba dalam kampanye Ramadan.
Optimalisasi hashtag
juga dapat meningkatkan visibilitas konten, seperti pada platform TikTok
ada #racuninTikTok (400M+ views) dan #takjil (2,6B+ views).
Pada Ramadan 2024 ditemukan bahwa 62%
dari 1,5T+ tayangan video di TikTok berkaitan dengan konten belanja. Selain
itu, data dari Redseer menunjukkan bahwa 70% konsumen secara aktif mencari
informasi sebelum membeli. Oleh karena itu, penting untuk memastikan
visibilitas produk di platform digital, salah satunya dengan mengoptimalkan
penggunaan hashtag yang trending selama Ramadan.
Meskipun platform digital berkembang pesat, 69% konsumen
Indonesia masih lebih memilih berbelanja langsung di toko. Preferensi ini sebagian besar dipengaruhi oleh kebiasaan budaya Ramadan di Indonesia, karena banyak
konsumen lebih suka mencoba pakaian baru sebelum melakukan pembelian,
memperkuat daya tarik berbelanja offline.
CEO Hypefast, Achmad Alkatiri, menekankan bahwa waktu
promosi menjadi faktor krusial dalam efektivitas kampanye Ramadan, karena berkaitan langsung
dengan pola konsumsi
konten selama bulan suci.
“Saat Ramadan, perubahan kebiasaan dalam mengakses
konten turut mempengaruhi waktu berbelanja. Studi menunjukkan bahwa banyak orang sudah mulai merencanakan pembelian
sejak seminggu sebelum menerima THR. Dengan memahami pola ini, brand dapat menentukan waktu yang tepat untuk
mengoptimalkan strategi promosi
terutama yang melibatkan penawaran-penawaran spesial,” jelas Achmad.
Periode menjelang Maghrib dan waktu Sahur menjadi dua
momen utama dimana interaksi digital meningkat signifikan. Saat berbuka puasa,
banyak orang mengakses media sosial untuk mencari hiburan, informasi
promosi, atau bahkan melakukan transaksi
last-minute sebelum malam tiba. Begitu
juga pada saat sahur, ketika konsumen menghabiskan waktu sebelum Subuh untuk
menelusuri konten, menonton video, atau berbelanja online.
Dengan memahami pola ini, brand dapat mengoptimalkan strategi pemasaran digital
mereka dengan menyesuaikan
waktu unggahan dan penayangan iklan agar lebih relevan dengan kebiasaan
konsumsi konten selama Ramadan. Kampanye yang diluncurkan pada jam-jam dengan
tingkat keterlibatan tinggi akan memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan
perhatian audiens dan meningkatkan konversi penjualan.
Selain digital, pola ini juga berdampak pada strategi offline. Promosi di toko atau pusat
perbelanjaan cenderung lebih efektif pada sore menjelang berbuka, ketika orang
mulai mencari makanan dan kebutuhan lainnya, serta puncaknya adalah seminggu
sebelum Lebaran, saat urgensi belanja meningkat. Dengan memahami kebiasaan
konsumsi konten selama Ramadan, brand dapat
lebih strategis dalam menentukan waktu promosi untuk
memaksimalkan dampak dan keterlibatan audiens.
“Ramadan selalu menjadi
momen spesial bagi brand untuk membangun
hubungan lebih dekat dengan konsumen. Dengan tren belanja
dan kebiasaan konsumen yang dinamis, brand
perlu menerapkan strategi yang bersinergi antara semua channel yang
dimiliki untuk memenangkan pasar,” ujar Achmad.
Ramadan 2025 menjadi
momen emas bagi brand lokal untuk membangun
hubungan yang lebih erat
dengan konsumen. Dengan mengadopsi nilai-nilai Ramadan, mengoptimalkan strategi
pemasaran digital dan offline, serta memahami perilaku konsumen, brand dapat
menciptakan kampanye yang lebih efektif dan berdampak selama bulan suci ini.
Press Release ini juga sudah tayang di VRITIMES