Koran Mandalika, Lombok Tengah – Forum Peduli pembanguna dan Pelayanan Publik (FP4) NTB angkat bicara atas pelayanan publik yang seharusnya menjadi wajah kemanusiaan pemerintah.
Namun, yang terjadi di Puskesmas Bagu, Kecamatan Pringgarata, justru mencoreng prinsip dasar itu. Hal itu disampaikan Direktur FP4 NTB Lalu Habiburrahman.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kami tidak sedang mencari kesalahan, tapi tidak mungkin kami diam saat ruang pelayanan publik yang paling vital disulap menjadi tempat parkir, toilet rusak dua tahun dibiarkan, dan IGD berubah fungsi di malam hari,” tegas Habib.
Ironi ini terjadi bukan hanya karena kelalaian satu-dua orang. FP4 NTB yang yang secara khusus konsen terhadap pelayanan publik menilai ini adalah kegagalan sistemik, yang mencerminkan lemahnya pengawasan, rendahnya komitmen pelayanan, dan ketiadaan kepekaan terhadap kebutuhan dasar masyarakat.
“Masyarakat bukan meminta kemewahan. Mereka hanya ingin dilayani dengan layak, di tempat yang bersih, nyaman, dan manusiawi. Tapi faktanya, mereka justru mendapat perlakuan yang tak pantas di fasilitas milik negara sendiri,” ujar Habiburrahman.
Lebih dari itu, banyak warga mengeluhkan mahalnya biaya layanan. Tak sedikit yang memilih berpaling ke klinik swasta karena merasa lebih dihormati dan dimanusiakan sebagai pasien.
FP4 NTB menilai, Kepala Puskesmas Bagu tidak bisa bekerja sendiri tanpa arahan yang kuat. Di sinilah peran Kepala Dinas Kesehatan Lombok Tengah harus diuji. Tidak cukup sekadar mengeluarkan instruksi, sudah saatnya turun langsung dan menindak tegas oknum nakes yang menggunakan objek vital sentra pelayanan tersebut sebagain tempar parkir kendaraan.
“Kami minta Kepala Dinas Kesehatan loteng tidak hanya jadi penonton dalam situasi ini. Pelayanan publik adalah tanggung jawab struktural, dan jika ada pembiaran seperti ini, maka beliau juga harus bertanggung jawab,” lanjutnya.
FP4 NTB menegaskan bahwa ini bukan hanya soal fasilitas rusak, tapi soal harkat dan martabat masyarakat yang diabaikan. Kami meminta reformasi menyeluruh, mulai dari evaluasi manajemen, pembenahan infrastruktur, hingga perbaikan pola pengawasan.
“Jangan tunggu viral dulu baru bergerak. Jangan tunggu korban dulu baru peduli. Pelayanan publik harus dibangun atas dasar empati, bukan sekadar administrasi,” tutup Habiburrahman.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Lombok Tengah Suardi mengatakan sebelumnya Kepala puskesmas Bagu menjelaskan ke pihaknya saat munculnya pemberitaan bahwa toilet yang rusak ini sering diperbaiki dan kembali macet sehingga dikonsultasikan ke dinas PUPR untuk penanganan secara teknis.
Suardi mengaku Dinas Kesehatan belum pernah mendapat laporan dikarenakan permasalahan ini sekadar macet biasa dan bisa diselesaikan di tingkat puskesmas.
“Keterangan dari Ibu Kapus macetnya toilet karena adanya softek di saluran pembuangan yg sering terjadi secara berulang setelah diperbaiki,” jelas Suardi.
Oleh Karena itu, pihaknya akan usulkan anggaran untuk memperbaiki sarana yang rusak baik, di Puskesmas Bagu maupun puskesmas lain yang mulai mengalami kerusakan agar pasien merasa nyaman.
“Kami juga minta kepada semua kepala puskesmas untuk melaporkan dan mengisi ASPAK (Aplikasi Sarana Prasarana dan Alat Kesehatan) secara rutin dan apa adanya agar kami bisa membuat perencanaan kebutuhan sehingga cepat ditangani,” beber Suardi. (wan)