Koran Mandalika, Lombok Tengah – Pelapor kasus dugaan ijazah paket C palsu salah seorang Calon Anggota Legislatif (Caleg) DPRD Lombok Tengah terpilih inisial LN yang diambil alih Polda NTB dipertanyakan.
Sekretaris Aliansi Sadar Demokrasi (ASD) Loteng, Lalu Hamdan Jumhur, heran kenapa proses gelar perkara itu dilakukan di Polda NTB. “Apakah Polres Loteng tidak dipercaya menangani kasus ini sehingga proses gelar perkara harus di Polda,” tegas Jamuhur, Minggu 11 Agustus 2024.
Jamuhur menegaskan, lokus kasus itu ada di wilayah hukum Polres Loteng, kemudian penyidik sudah naikan status perkara itu dari penyelidikan menjadi Sidik berdasarkan arahan dari Jaksa pada Kejaksaan Negeri Loteng melalui surat pemberitahuan dimulainya penyelidikan (SPDP) nomor: Sp. Sidik/84.a/VI/RES.1.9/ Reskrim, tanggal 11 Juni 2024.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dimana lanjutnya, (SPDP) tersebut merujuk pada Laporan Polisi Nomor: LP/B/149/VI/2024/SPKT/Res.Loteng/NTB, tanggal 11 Juni 2024. Pasal 109 ayat (1) Undang Undang nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana dan Undang Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
“Tidak biasanya Polda NTB bersikap seperti ini, perkara dugaan ijazah ini kan kasus biasa. Ada kasus yang lebih besar dulu di Lombok Tengah, cukup digelar di Polres setempat juga bisa,” ujarnya.
Jamhur mempertanyakan dugaan keberpihakan oknum yang ada Polda NTB kaitan urgensinya perkara tersebut sehingga digelar perkara dilakukan di Polda NTB.
“Apakah ada kepentingan lain sehingga proses ekspose itu perlu dilakukan di Polda NTB gelar perkaranya,” ketusnya.
Jamuhur mencontohkan ada satu perkara oknum anggota DPRD Loteng diduga terlibat kasus narkoba yang sangat diatensi pemerintah, tapi mengapa gelar perkaranya dilakukan cukup di Polres Loteng.
“Tahun 2018 lalu kasus serupa pernah ditangani Polres Loteng, dimana penyelenggaranya sama tapi penggunanya berbeda dan sudah ada putusan dari PN Praya. Seharusnya putusan tahun 2018 ini bisa dijadikan yurisprodensi oleh pihak kepolisian dalam kasus ini,” kata dia.
Oleh karena itu, ia menilai setelah gelar perkara dugaan ijazah paket C palsu itu dilakukan Polda NTB, terkesan kabur akibat adanya petunjuk lain ditekankan kepada penyidik seperti libatkan DKPP dan ahli luar NTB.
“DKPP itu mengurus penyelenggara pemilu misal komisioner KPU dan Bawaslu, bukan peserta. Nah, kalau menghadirkan ahli pidana dari luar NTB, apakah ahli pidana dari Universitas Mataram itu masih diragukan keahliannya?,” ujar Jamuhur.
Jumhur apresiasi jajaran Polres Loteng yang sangat cepat bekerja sehingga sampai ke tahapan penyidikan.
“Seharusnya Polda NTB mengapreasiasi jajaran Polres yang kerjanya sangat cepat mengungkap kasus ini dan jika kasus ini terus dikaburkan maka saya atas nama lembaga akan bersurat ke Mabes Polri dan KPK untuk meminta supervisi,” pungkasnya.
Sementara itu, Kasi Humas Polres Lombok Tengah Iptu Lalu Brata Kusnadi mengatakan gelar perkara dilakukan di Polda NTB bukan karena pihaknya kesulitan menangani kasus tersebut.
“Itu mekanismenya. Itu sudah mekanisme penanganan kasus di dalam menentukan status terkait ijazah palsu,” kata Lalu Brata belum lama ini. (*)